Hari kedua kemarin kami telah puas berdoa di Hijr Ismail. Maka hari ini, hari ketiga kami di kota suci mekah motivasiku adalah menyentuh batu mulia Hajar Aswad.
Seperti yang sudah-sudah, aku pun mulai berdoa kepada Allah. Ya Allah, sampaikan aku di hajar aswad.
Izinkan aku menyentuhnya Ya Allah, semoga telapak tanganku berjumpa dengan tapak tangan orang-orang mulia yang pernah menyentuh batu itu, Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS.
Ada pelajaran besar ketika aku bersama 3 orang lainnya anggota kamar kami berniat ke Hajar Aswad.
Pagi itu, seperti biasanya sekitar pukul 02.30 kami sudah berangkat ke Masjidil Haram.
Melaksanakan Sholat Tahajud, dan sepuasnya berdoa.
Selesai berdoa kami berempat pun segera turun ke lantai dasar dengan niat ke Hajar Aswad. Di antara empat orang ini, ada seorang bapak-bapak yang cukup berumur bergabung bersama kami.
Kakinya pun sudah mulai sakit-sakitan. Tapi semangatnya yang begitu luar biasa patut diacungi jempol.
Suasana sekitar Ka’bah yang hampir sama seperti sebelum-sebelumnya, tidak mengenal waktu, selalu ramai.
Kamipun mulai melakukan Thawaf yang pertama dengan saling berpegangan agar tidak terpisah untuk mendekati Hajar Aswad.
Putaran pertama sampailah kami di sekitar Hajar Aswad. Kira-kira hanya 6 atau 7 meter saja lagi untuk dapat menyentuhnya.
Akan tetapi di posisi itu kami tak dapat bergerak sedikitpun. Karena orang-orang yang menunggu untuk dapat memegang batu mulia ini pun tidak hanya kami saja.
Ada ratusan bahkan mungkin ribuan pagi itu.
Ada orang-orang dari berbagai Negara dengan postur yang lebih besar dibandingkan kami orang Indonesia.
Juga sama-sama berebut ingin sampai di hajar aswad. Akupun mulai tak sabar, akhirnya kuputuskan untuk membagi dua kelompok kami.
Aku dan ilyas akan keluar dari kerumunan itu. Dan lanjut Thawaf untuk mencari jalan yang lain menuju hajar aswad.
Sementara seorang temanku yang lain aku minta untuk tetap di kerumunan itu. Menjaga bapak tua tadi sembari menunggu peluang untuk bisa sampai ke hajar aswad.
Putaran kedua kami pun masuk lagi ke kerumunan orang-orang yang akan menyentuh hajar aswad. Tapi tetap tak dapat juga kami bergerak untuk sampai di Hajr Aswad.
Sementara temanku yang tadi tinggal disana, sudah berhasil mencium batu mulia itu. Sedangkan bapak tua yang bersamanya tadi hilang entah kemana.
Kami pun mulai cemas, sembari mencari-cari dimana keberadaan bapak itu. Pikiran ku pun sudah mulai macam-macam.
Aku khawatir terjadi sesuatu dengan bapak itu. Tapi semangat untuk menyentuh hajar aswad juga tak kalah besar.
Kami lanjut pada putaran ketiga, berjalan santai mengikuti arus putaran thawaf. Sampai di kerumunan tadi hasilnya pun sama, aku dan Ilyas tetap belum dapat menyentuh hajar aswad.
Tapi aku tetap berdoa, Ya Allah sampaikanlah aku. Sekarang lanjut putaran ke empat, hasilnya juga begitu.
Kami tetap tak dapat bergerak sedikitpun untuk menyentuh batu mulia hajar aswad. Semangatku sudah mulai melemah.
Namun syukurnya, temanku tadi mengabarkan lewat telepon kalau bapak tua tadi sudah ketemu, dan dia pun sudah dapat mencium batu hajar aswad.
MasyaAllah. Mereka berdua sudah dapat menyentuhnya, tapi kami belum. Sementara kaki ini sudah mulai merasakan lelahnya.
Aku pun segera istighfar.
Teringat ketika tadi kami meninggalkan mereka berdua, aku menyadari mungkin ini adalah teguran dari Allah atas ketidaksabaranku.
Astaghfirullohaladzim.
Kepada ilyas aku katakan, kalau kami akan mencobanya sekali putaran lagi. Jika memang tidak dapat juga, maka kita akan beristirahat dan akan mencobanya di lain kesempatan.
Ilyas pun mengangguk setuju. Lanjutlah kami putaran kelima, dan kembali menghampiri kerumunan orang-orang di dekat Hajar Aswad.
Karena barisan dari belakang juga terus mendesak. Maju tak bisa mundur pun juga tak bisa, ke kanan tak bisa, ke kiri apalagi.
Jadilah kami menunggu dalam posisi seperti itu untuk beberapa waktu.
Sementara itu, aku saksikan pemandangan di hadapanku betapa perjuangan untuk sampai di Hajar Aswad.
Bukan perjuangan yang main-main. Menurut berita dan cerita orang-orang sudah banyak yang meninggal dalam berjuang mencium batu ini.
Mau tidak mau untuk sampai kesana memang sudah harus dalam keadaan siap mati. Seperti seorang ibu entah dari Negara mana yang aku lihat sewaktu kami terjebak di kerumunan itu.
Kakinya tak lagi mendapat pijakan, sementara badannya telah tak seimbang condong ke belakang. Lehernya dan perutnya terjepit penuh sesak.
Anaknya yang perempuan saat itu mendampinginya, juga tak dapat menghampiri untuk menolongnya. Hanya bisa berteriak, “help my mom, help my mom”.
Ingin sekali rasanya membantu, tapi apalah daya kami dengan diri kami saja tak dapat berbuat apa-apa. Hanya bisa berdoa dan berdzikir.
Perlahan lahan kami pun mulai maju sedikit demi sedikit ke depan. Tinggal sekitar 1 meter saja lagi untuk sampai di Hajar Aswad.
Ilyas berada di depanku, terus aku dorong untuk segera sampai disana. Setelah sekian lama, akhirnya terbukalah jalan untuk Ilyas, dan dapat pula ia langsung menciumnya.
Setelah mencium Hajar Aswad ilyas pun di dorong keluar oleh Jemaah yang lain.
Giliranku sampai di depan batu itu, dan Alhamdulillah dapat pula aku menyentuhnya, ya hanya menyentuhnya, dan segera ku usapkan ke muka ku.
Tak dapat dan tak sempat lagi untuk mencium, karena Jemaah yang lain juga sudah menarik dan mendorongku.
Aku berteriak pada Ilyas untuk membantuku keluar dari kerumunan itu. Ilyas meraih tanganku dan menariknya.
Dan apa yang terjadi ? Ternyata tas samping yang selalu aku bawa kemana-mana itu putus diantara kerumunan itu.
Ya Allah, aku sangat khawatir. Pasalnya, benda-benda yang sangat penting seperti paspor, dompet, handphone semua ada disana.
Kalau hilang dan tak jumpa, kemungkinan aku tak dapat lagi pulang ke tanah air. Tanpa pikir panjang lagi, tanpa memikirkan resiko lagi akupun segera menunduk.
Seperti posisi rukuk mencari tasnya di bawah, di kaki orang-orang itu. Sambil teriak, “my bag my bag”. Berdoa dalam hati, Ya Allah, jumpakanlah tasku Ya Allah.
Ya Allah mana tasku Ya Allah. Seorang arab kemudian menepuk pundakku, sambil mengisyaratkan kalau tasku tersangkut di kepalanya.
Dengan air mukanya yang sedikit agak kesal kulihat, ia pun memberikan tas itu kepadaku. Alhamdulillah, segala puji bagi Mu Ya Rabb.
Keluar dari sana banyak-banyak aku istighfar. Hari ini aku merasa seperti Allah sedang menegurku. Astaghfirulloh
Banyak pelajaran yang begitu besar dalam setiap aktivitas ibadah di tanah suci ini. Dan bersama Hajar Aswad ini aku belajar, bahwa kesabaran dalam ibadah juga penting.
Jangan hanya mementingkan keinginan pribadi saja, tanpa memperhatikan orang lain. Karena segala sesuatu itu hanya ada dalam genggaman Kuasa Allah SWT.
Jangan lagi pernah mengukur apa yang ingin dilakukan dengan kekuatan sendiri. Karena meskipun kita punya kemampuan dan keinginan yang kuat untuk melakukannya.
Tetap ketentuan Allah juga yang berlaku, termasuk untuk menyentuh Hajar Aswad. Serahkanlah kepada Allah semua kemampuan kita.
Lakukan yang terbaik, kemudian kita lihat keajaiban takdir-takdir-Nya.
Bersambung~
*Sumber: Facebook Azhar Saputra
Tak dapat dan tak sempat lagi untuk mencium, karena Jemaah yang lain juga sudah menarik dan mendorongku.
Aku berteriak pada Ilyas untuk membantuku keluar dari kerumunan itu. Ilyas meraih tanganku dan menariknya.
Dan apa yang terjadi ? Ternyata tas samping yang selalu aku bawa kemana-mana itu putus diantara kerumunan itu.
Ya Allah, aku sangat khawatir. Pasalnya, benda-benda yang sangat penting seperti paspor, dompet, handphone semua ada disana.
Kalau hilang dan tak jumpa, kemungkinan aku tak dapat lagi pulang ke tanah air. Tanpa pikir panjang lagi, tanpa memikirkan resiko lagi akupun segera menunduk.
Seperti posisi rukuk mencari tasnya di bawah, di kaki orang-orang itu. Sambil teriak, “my bag my bag”. Berdoa dalam hati, Ya Allah, jumpakanlah tasku Ya Allah.
Ya Allah mana tasku Ya Allah. Seorang arab kemudian menepuk pundakku, sambil mengisyaratkan kalau tasku tersangkut di kepalanya.
Dengan air mukanya yang sedikit agak kesal kulihat, ia pun memberikan tas itu kepadaku. Alhamdulillah, segala puji bagi Mu Ya Rabb.
Keluar dari sana banyak-banyak aku istighfar. Hari ini aku merasa seperti Allah sedang menegurku. Astaghfirulloh
Banyak pelajaran yang begitu besar dalam setiap aktivitas ibadah di tanah suci ini. Dan bersama Hajar Aswad ini aku belajar, bahwa kesabaran dalam ibadah juga penting.
Jangan hanya mementingkan keinginan pribadi saja, tanpa memperhatikan orang lain. Karena segala sesuatu itu hanya ada dalam genggaman Kuasa Allah SWT.
Jangan lagi pernah mengukur apa yang ingin dilakukan dengan kekuatan sendiri. Karena meskipun kita punya kemampuan dan keinginan yang kuat untuk melakukannya.
Tetap ketentuan Allah juga yang berlaku, termasuk untuk menyentuh Hajar Aswad. Serahkanlah kepada Allah semua kemampuan kita.
Lakukan yang terbaik, kemudian kita lihat keajaiban takdir-takdir-Nya.
Bersambung~
*Sumber: Facebook Azhar Saputra
Baca Juga :