Tema : Cita-Cita dan Persahabatan
Pemeran :
1) Ardi (Protagonis)
2) Ayah (Protagonis)
3) Ibu (Protagonis)
4) Latifa (Netral)
5) Desti (Protagonis)
6) Agus (Protagonis)
7) Eva (Protagonis)
8) Hani (Antagonis)
9) Ibu Kepsek (Netral)
Latar :
a. Rumah, Sekolah dan Jalan (tempat)
b. Kesal dan Bahagia (suasana)
c. Pagi dan Siang hari (waktu)
Ardi Si Penyemir Sepatu
Di sebuah komplek hiduplah keluarga yang ekonominya berkecukupan. Terdiri dari seorang ayah yang sedang terbaring sakit di rumahnya, ibu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-harinya, dan dua orang anak.
Anak pertama yang bernama Ardi kini tengah duduk di kelas 3 SMA dan anak kedua adiknya Ardi yang masih kelas 2 SD yang bernama Latifa.
Ardi yang harus bekerja sambilan menggantikan ayahnya sebagai penyemir sepatu setelah pulang sekolah dan di hari liburnya. Suatu hari Ardi akan berangkat ke sekolah bersama adiknya.
Ardi : "Ayah, apa ibu sudah pergi kerja ?"
Ayah : "Sudah..."
Ardi : "Hmm... baiklah aku berangkat dulu yah... Assalammu'alaikum, yuk dek Ifa..."
Latifa : "Yuk kak..."
Ayah : "Wa'alaikumsalam."
Sesampainya di sekolah. Ardi memiliki tiga orang teman yang setia padanya, yaitu Desti, Agus dan Eva. Walaupun ekonomi Ardi terbatas tetapi mereka tetap menerimanya.
Berbeda dengan teman kelasnya yang lain, mereka mau berteman dengan Ardi pada saat butuh saja seperti bertanya tentang pekerjaan sekolah.
Teman-teman Ardi yang lain, saat pertama masuk sekolah mau berteman dengan Ardi, karena Ardi adalah anak yang wajahnya lumayan tampan dibanding anak laki-laki lain di kelasnya.
Tapi setelah tau keadaan ekonomi Ardi, menurut mereka Ardi adalah anak yang membosankan, karena ia tidak terlalu tertarik dengan pergaulan yang bebas.
Ardi, Agus, Desti, dan Eva senantiasa belajar bersama saat jam istirahat setelah makan. Saat jam Istirahat....
Desti : "Di, kan sebentar lagi kita tamat, kira-kira kamu mau kuliah dimana?"
Ardi : "Mmm.. itu masih kupikirkan, sebaiknya lewati ujiannya dulu."
Desti : "Oh, iya ya... aku lupa kamu masih belum bisa, maaf ya Di.. Okedeh ga papa pasti kamu bisa Di aku yakinkan itu. Kalau kalian rencana di mana?"
Agus : "Kalau aku sih, pinginnya di UIN, mau mengembangkan bakat mengajiku di sana."
Eva : "Hmm, aku mungkin di Universitas Palembang. Ardi, kamu tetap semangat ya...walaupun keadaan kamu seperti ini, kalau tetap berusaha pasti kamu bisa mencapai cita-citamu setinggi mungkin."
Ardi : "Yap! Kata-katamu benar sekali, aku akan terus berusaha dan berdoa. Semoga Allah meridhoinya. Amiin..."
Waktunya pulang sekolah. Sepulang sekolah Ardi bergegas mengganti bajunya dan lanjut ke pekerjaan sambilannya, seperti biasa yang ia lakukan.
Ardi : "Semir sepatu.... Semir sepatunya pak, buk, kak, dek... saya hanya menyemir sepatu, tidak menyemir muka (candaan Ardi)."
Tiba-tiba datanglah Hani, dialah anak yang tidak disukai Ardi karena ia suka mengganggu pekerjaannya Ardi.
Hani : "Ups.. Gak sengaja ke senggol, maap ya Didi Ganteng..."
Ardi : "Huuhh, kamu kenapa gangguin aku terus!? (bergumam sambil menarik napas untuk bersabar) huh, kusemir mukak mu baru tau!"
Hani : “Jangan marah ya Didi, aku kan gak sengaja toh kan gak rusak semua, yaudah deh aku pergi dulu ya... babay Didi.. (melambai tangan)"
Ardi : "Astagfirullahal'azim... (geleng-geleng kepala)"
Ternyata, saat Hani mengganggu Ardi, Desti, Agus, dan Devy melihatnya. Sebenarnya mereka mau menegur Hani, tapi memikirkan respon Hani terhadap mereka tambah membuat Ardi kesusahan, itu akan tambah mempersulit Ardi bekerja. Setelah Hani pergi mereka bertiga menghampiri Ardi.
Agus : "Huh, dasar pengganggu, kaya perasit aja. Kalo mau jadi parasit di hutan aja, lebih enak lagi.."
Ardi : "Loh?! Kalian di sini?"
Eva : "Iya, sebenarnya kami tadi mau menghampirinya, tapi kami malas berurusan dengannya. Kau taulah kenapa."
Ardi : "Ohh.. iya, lagi pula memang dia begitu, kalau di tambah sama kalian, nanti malah panjang urusannya. Karena tidak mau mengalah. Apalagi si Agus"
Agus : "Ntah dia tu, bikin orang geram saja. Kalaulah dia itu semut, sudah ku tapok dari dulu"
Desti : "Ardi, kamu tidak perlu sedih. Kami pasti selalu mendukungmu, yang terpenting kamu terus berusaha, kami sangat yakin kamu pasti bersinar di masa depanmu."
Semua jenis kegagalan dan kesusahan telah dilalui oleh Ardi, begitu juga dengan teman-temannya. Hebatnya lagi nilai mereka berempat melebihi rata-rata, terutama si Ardi, yang menjadi peringkat pertama di sekolahnya.
Agus : "Wow.. hebat kali lah kawan awak satu ni ee.. nilaimu bisa sebagus itu broo..."
Ardi : "Alhamdulillah... nilai kalian juga bagus-bagus kok."
Desti : "Yap! Kita harus bersyukur atas apa yang kita dapatkan."
Eva : "Cihuyyy... SMA udah kelar guys!!"
Tak lama kemudian, Ibu Kepala Sekolah memanggil Ardi untuk segera ke ruangannya.
Ibu Kepsek : "Ardi, ke sini sebentar, ada hal yang mau Ibu bicarakan sama kamu. Tapi sebelum itu selamat ya!"
Ardi : "Wah! iya buk?! Apa itu buk?"
Ibu Kepsek : "Selamat ya, kamu dapat surat undangan dari UGM. Kamu adalah satu-satunya murid dari SMA ini sebagai siswa undangan ke UGM dan kamu juga dapat beasiswa di sana sampai selesai kuliah. Sekali lagi ibu ucapkan selamat."
Ardi : "Apa?! Alhamdulillah ya Allah, Alhamdulillah.... Ibu saya permisi dulu ya buk, terima kasih buk. Assalammu'alaikum."
Ibu Kepsek : "Sama-sama. Wa'alaikumsalam"
Ardi pun bergegas pulang dan ingin cepat-cepat memberitahukan ibunya, bahwa sebuah hal gembira terjadi.
Ardi : "Ibu... Ibu!! Buuu!! (ehh, kelewatan)"
Ibu : "Oy, kelewatan, Ibu mu di sini. Kenapa sih, teriak-teriak gak jelas."
Ardi : "Eh, iya.. hehe. Bu... Didi dapat beasiswa kuliah di UGM. Didi jadi siswa undangan bu. Ini suratnya."
Ibu : "Alhamdulillah... Ya Allah.. Alhamdulillah. Ibu bangga padamu Ardi. Cepat beritahu ayahmu."
Ardi : "Ayah!! Ardi jadi siswa undangan di UGM"
Ayah : "Alhamdulillah, kamu terus berjuang dan berusaha ya nak, Ayah dan Ibu akan selalu mendoakanmmu menjadi anak yang sukses dan tetap menyayangi keluarganya selalu"
Semenjak Ardi menjadi mahasiswa di UGM, hidupnya semakin lancar. Di Universitasnya pun, Ardi menjadi mahasiswa yang berprestasi dan akhirnya dia menjadi pengusaha besar yang paling diimpi-impikannya dulu itu menjadi nyata. Dia dapat memberangkatkan haji orang tuanya dan tetap membanggakan orang tuanya.
Setinggi apapun impian dan cita-cita mu, asalkan itu wajar, pasti akan terwujud, asalkan ada usaha, do'a, perjuangan, pantang menyerah. Itu akan terwujud.
THE END~
Baca Juga :